Selamat Datang

di Website Resmi Prokopim Setda Kabupaten Pohuwato
  • Main Menu

Upacara Peringatan Hari Otonomi Daerah XXIX, Asisten Pemkesra, Arman Mohamad Bacakan Sejarah Singkat Otonomi Daerah

Dokumen Prokopim Pohuwato

PROKOPIM.POHUWATO-Pada upacara peringatan Hari Otonomi Daerah XXIX yang dipimpin Wakil Bupati Pohuwato, Iwan S. Adam dan dihadiri unsur Forkopimda Pohuwato, para asisten, staf ahli bupati, pimpinan OPD, camat, kabag dan ASN di lingkungan Pemda Pohuwato di halaman kantor sementara Bupati Pohuwato, diawali dengan pembacaan sejarah singkat otonomi daerah (Otda), Jumat, (25/04/2025).

Asisten Pemerintahan dan Kesra, Arman Mohamad didaulat sebagai pembaca sejarah singkat Otda di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Arman mengatakan, pasang surut jejak sejarah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah dimulai  sejak zaman colonial. Di tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda melalui inisiasi Menteri Koloni I.D.F Idenburg mengeluarkan descentralisatie wet tahun 1903. Ini kebijakan otonomi daerah pertama yang diberlakukan di Indonesia meskipun watak Kolonial yang memusatkan seluruh kekuasaan di Batavia.

Lanjut Arman, 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1945 yang menitikberatkan azas dekosentrasi, mengatur pembentukan komite nasional daerah, karesidenan, kabupaten dan kota berotonomi. Selanjutnya UU tersebut diganti UU No. 22 tahun 1948 menyebutkan bahwa Negara RI terdiri dari tiga tingkat daerah yaitu provinsi, kabupaten atau kota besar, desa atau kota kecil.

Pasca Pemilu 1955, lahir UU No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, di mana daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra dan wilayah RI di bagi menjadi daerah besar dan kecil. Pasca Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menerbitkan Penpres No.6 tahun 1959 yang sejalan dengan situasi politik konfrontasi yang dihadapi negara mulai dari Trikora sampai Dwikora. Pada puncaknya di era demokrasi terpimpin, lahir UU Nomor 18 tahun 1965 yang berkarakter desentralistis sekaligus mengaktualisasikan pendekatan daerah otonom biasa (simetris) dan daerah otonom khusus (asimetris).

Arman Mohamad mengatakan, kebijakan desentralistis era Bung Karno dikoreksi oleh orde baru yang ditandai dengan lahirnya UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Selain meneguhkan kebijakan setralistis yang berpusat di Jakarta, UU ini berlaku 25 tahun lamanya dari tahun tahun 1974 sampai dengan tahun 1999.

Perubahan konstelasi global pasca perang dingin turut berpengaruh langsung pada dinamika politik nasional yaitu lahirnya gerakan pro demokrasi dan pro desentralisasi. Di Indonesia, Presiden Soeharto akhirnya menerbitkan Keppres No. 11 tahun 1996 sebagai upaya persiapan mengurangi derajat sentralisasi pemerintah pusat sekaligus menetapkan tanggal 25 April sebagai hari otonomi daerah.

“Puncaknya pasca gerakan reformasi, lahirlah UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah di mana komitmen Presiden BJ Habibie adalah memberi wewenang penuh kepada pemerintah daerah  kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter. UU baru ini disambut penuh semangat dengan implikasi yang luar biasa mulai dari masifnya pembentukan daerah otonomi baru (DOB) sebanyak 7 provinsi, 115 kabupaten dan 26 kota sekaligus munculnya sifat daerah-sentris,”ungkap Arman.

Lanjutnya, tahun 2004 di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri, melihat kelemahan UU sebelumnya, maka didoronglah perubahan UU No. 22 tahun 1999, hingga lahirlah UU No. 32 tahun 2004 yang diarahkan untuk mencari keseimbangan sebagai upaya tetap menjaga kebijakan desentralisasi, baik yang sifatnya simetris maupun asimetris, di dalam bingkai NKRI.

Pilkada secara langsung untuk pertama kalinya juga terjadi di era UU ini. Selama kurun waktu pelaksanaan uu no. 32 tahun 2004 dari tahun periode 2005 sampai dengan 2014, pembentukanDOB berhasil ditekan di mana pemekaran daerah terbentuk 1 provinsi, 66 kabupaten dan 8 kota.

Berbagai kelemahan dalam satu dekade tersebut mencetuskan upaya untuk memperjelas pengaturan  tentang pemerintahan daerah, pilkada dan desa dalam UU tersendiri. Upaya ini bermuara pada lahirnya UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang bertumpu pada efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, mulai dari penegasan urusan pemerintahan hingga inisiasi manajemen daerah transisi sebagai syarat pembentukan daerah otonom baru.

Hingga tahun 2022 daerah otonom berjumlah 38 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota di Indonesia, sebagai satu kesatuan negara-bangsa kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah akan berjalan terus sebagai komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Dirgahayu hari otonomi daerah ke-29 tanggal 25 April 2025, sinergi pusat dan daerah, membangun nusantara menuju Indonesia emas 2045,”tutup Asisten Pemkesra, Arman Mohamad.(Mey)

Penulis:Meylan Radjak

Editor:Sadrin Hasan